keep dreaming and reach that!!!

Huh! Jantungku rasanya tak lelah untuk berdetak dengan cepat untuk menunggu respons dari Ael. Teman-temanku pun menyemangati Ael untuk menjawab pernyataanku tadi. Tapi, kulihat wajah Ael yang berubah menjadi tak bersemangat. Astaga! Apa dia akan..

Duar!

Ya tuhan!!! Dia memecahkan balon YES, aku mati rasa sekarang, aku ingin menangis sekarang. Ku rasakan tangan Jo yang mengelus punggungku. Ael menghampiriku,

Sorry, aku gak bisa Res”

“Kenapa?”

You’re my best friend, i cann’t, sorry”

“Apa hubungannya?”

“Aku ingin persahabatan kita ini murni adanya, aku menyayangimu layaknya sahabat”

Lalu Ael melepaskan kalung yang kuberikan tahun lalu itu.

“Kenapa di lepas?”

“Kalung ini gak pantes aku pake, lebih baik kamu kasih ke orang yang lebih cocok”, dia memberikan kalung itu dalam genggamanku dengan senyuman di bibirnya yang tipis.

Aku tak dapat berbicara lagi, tubuhku lemas. Rafael menyanggupi untuk mengantar Ael pulang, sedangkan teman-temanku yang lain bersamaku untuk menghibur.

Hampa yang kurasakan

Mungkin hampa akan menjadi teman dalam waktuku yang senggang

Ini sebuah kebodohan yang sangat besar dalam hidupku. Aku terlalu berharap akan satu cinta yang tak akan pernah bisa jadi milikku. Berhari-hari ku cerna semua perkataan Ael.

Aku ingin persahabatan kita ini murni adanya, aku menyayangimu layaknya sahabat

Mungkin benar apa katanya, sahabat haruslah menjadi sahabat selamanya. Apabila aku merasakan getaran yang hangat, itu hanya perasaan sayang layaknya seorang sahabat. Berhari-hari juga ku bangun semua semangatku, ku tak ingin terpuruk ke sekian kalinya. Aku ingin terus berdiri menantang matahari. Aku ingin jatuh cinta lagi, tak ingin seperti ini lagi.

Hmm, dua hari ke depan sepertinya liburan akhir semester akan berakhir. Semua perlengkapan telah dipack. Hari ini akan ku habiskan bersama teman-temanku, bukan Ael. Ael, setelah insiden penembakan itu, aku belum bisa menghubunginya. Aku mengalami shock berat akan kegagalan itu. Bukan marah, bukan.. tapi terlalu sakit apabila ku dengar halus suaranya. Lebih baik seperti ini dulu, sampai hatiku dapat sedikit terbuka untuk menerima kenyataan ini. Kami kumpul di cafe langganan kami.

“Lo yang traktir kan Res?”, tanya Jo sambil mengangkat segelas jus jeruk yang ada ditangan kanannya.

“Ya, tapi kalian jangan maruk. Duit gue kan terbatas”

“Ha! Bukannya duit lu unlimited?”, canda Albrama.

“Mangnya gue mesin ATM apa?”

“Res, lusa lo balik lagi ke sana?”, sahut Deri.

Aku hanya menjawabnya dengan mengangguk. Bersama teman-temanku disini, bercanda, menjahili Gilang, aku dapat melupakan rasa sakitku. Mereka adalah teman yang sangat pengertian, mereka tak pernah membahas Ael saat sedang bersamaku.

Tak terasa.. besok aku harus segera berangkat ke Jerman. Hari ini ku cek lagi barang-barang, tiket, pasport, visa, dan yang lainnya. Tak ada kabar dari Ael dan akupun tak mengabari dia. Bunda membantu menyiapkan segalanya, ayah hanya membantu mengisi kantongku, he.

“Kamu udah kabarin Ael?”, tanya bunda.

“Ah, belum”

“Kenapa?”

“Belum isi pulsa,” kilahku.

“Cepetlah kabarin.. besok kamu kan udah harus berangkat”

“Okay”

Tak ada keberanian untuk meneleponnya, aku hanya dapat mengirim sms. Oh yah nama dia di handphoneku bukan Ael_ku lagi, sekarang hanya Ael.

_____________________

Sorry bru bsa kbarin skrg, bsok gue mu brgkt k jerman, see u next holiday, ^^

 

To :

Ael

______________________

Apakah ada yang berbeda dari bahasaku? Hmm, ya! Entah kenapa aku sekarang terbiasa dengan percakapan yang santai. Tak ada balasan dari dia dalam 15 menit pertama. Ah mungkin aku sudah mengganggu waktunya. Lebih baik aku istirahat, karena besok akan menjadi perjalanan yang melelahkan.

Pagi-pagi sekali bunda telah membangunkan aku. Angka 05.00 yang kulihat di jam digital yang terletak di laci sebelah kanan tempat tidurku. Dengan segera aku mandi dan merapihkan dandananku. Ayah dan bunda akan mengantarku ke bandara pagi ini, semuanya sudah siap. Kulihat handphoneku, tak ada balasan dari Ael sejak kemarin ku kirim sms.

Tak terasa berat saat aku akan meninggalkan tanah airku sekarang ini. Baiklah, sepertinya jadwal keberangkatanku sudah pada jamnya. Aku berpamitan dengan kedua orang tuaku dan Pak Tanto. Aku menyusuri lorong yang akan kutuju ke dalam pesawat. Aku duduk di dekat jendela, tak lama sepertinya ada yang duduk di sebelahku. Ku tengok ke arah dimana seseorang itu duduk. Aku menyingungkan senyum di bibir. Ternyata seorang gadis, dia begitu terlihat menarik. Diapun membalas senyumanku. Aku tak ingin mengulangi kebodohanku.

“Hai.. Aku Fares”

“Aku Andira, oh just call me dira

Diapun tersenyum dan meraih tanganku.

Leave a comment